Selasa, 30 Januari 2018

Profesionalisme Guru di Era Teknologi Informasi Serta Tantangan Menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)

PROFESIONALISME GURUDIERA TEKNOLOGI INFORMASI SERTA TANTANGAN MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA)
Muhammad Yasir,S.Pd,MM 

Abstrak
Kemampuan merencanakan dan mengelola perubahan yang bersifat kebijakan administratif maupun substansi pendidikan bersifat makro, dan mikro (pembelajaran). Guru dituntut mampu menerima perubahan sebagai suatu ciri kehidupan, memahami berbagai akibatnya bagi organisasi pendidikan, mengidentifikasi perlunya perubahan, merencanakan, melaksanakan, serta mengevaluasi perubahan . Guru yang sesuai dengan kondisi globalisasi adalah guru yang mampu menguasai dan mengendalikan perubahan-perubahan yang berwawasan IPTEK. Mengakomodasi berbagai perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi dijadikan bahan pemikiran bagi peserta didik dalam rangka pendidikan dan pelatihan.
Mengacu pada factor penentu kemajuan suatu Negara, yaitu; penguasaan inovasi (45%0, penguasaan jaringan /networking (25%), penguasaan teknologi (20%) dan kekayaan sumber daya alam hanya (10%), maka peningkatan profesionalisme guru harus lebih ditingkatkan termasuk juga dalam hal peran pemerintah dalam menyelesaikan masalah pendidikan terutama tantangan menghadapi MEA kedepannya, salah satunya dengan mengalokasikan anggaran pendidikan yang memadai disertai dengan pengawasan pelaksanaan anggaran agar dimanfaatkan untuk meningkatkan profesionalisme guru dan pendidikan di Indonesia serta diharapkan juga akan mampu membawa Indonesia ke gerbang kesuksesan menuju Masyarakat Ekonomi Asean (MEA).
Kata kunci : Profesionalisme, Mutu, Teknologi Informasi, MEA.             
A.Pendahuluan
Sektor pendidikan menjadi kunci utama dalam peningkatan kualitas bangsa. Sebelumnya, pemerintah berstrategi dalam pengembangan pembangunan secara fisik untuk melihat kemajuan bangsanya, namun dalam tatanan masa kini peningkatan sumber daya manusia menjadi prioritas dalam parameter kemajuan bangsa. Sistem pendidikan nasional telah disempurnakan dan disesuaikan dengan perkembangan kemajuan ilmu pengetatuan dan teknologi serta kondisi sosial-budaya. 

Sarat di dalamnya prinsip-prinsip pendidikan yang berlandaskan kesatuan dan keutuhan nasional, menjunjung tinggi kepribadian bangsa yang bermartabat dan bermoral, kreatifitas, keterampilan, dan sebagainya. Era otonomi yang sedang berjalan membawa implikasi perubahan paradigma pendidikan tinggi. Kebijakan pelaksanaan otonomi daerah membawa dampak terhadap Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) dalam mengembangkan kurikulum, sebagai tindak lanjut dari reorganisasi, reorientasi, dan reposisi lembaga. Tidak diragukan lagi bahwa hal tersebut adalah untuk mengantisipasi tantangan dan masalah-masalah yang ada dengan orientasi akhir adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan di LPTK.
           Berkaitan dengan faktor proses, guru menjadi faktor utama dalam penciptaan suasana pembelajaran. Kompetensi guru dituntut dalam menjalankan tugasnya secara profesional. Kemampuan profesional guru dalam menjalankan tugasnya terlihat ketika ia mengikuti pendidikan prajabatan yang ditempuhnya dan pendidikan dalam jabatan (inservice training) yang pernah dialaminya serta pengalaman mengajar atau kepemilikan ketika diakui oleh LPTK untuk melaksanakan tugas profesi di bidang kependidikan. Studi tentang pendidikan guru diakhir abad ke 20 dan awal abad ke 21 menunjukkan fenomena yang semakin kuat menempatkan guru sebagai suatu profesi. Kondisi nyata kini memandang bahwa guru/keguruan sebagai sebuah profesi, bukan lagi dianggap sebagai suatu pekerjaan (vokasional) biasa yang memerlukan pendidikan tertentu. 
Profesi keguruan demikian menjadi sebuah ukuran kinerja dan kualitas guru, yang akan berimplikasi terhadap kurikulum pendidikan guru itu sendiri. Beberapa model kurikulum pendidikan guru telah dikembangkan dan diimplementasikan sebagai bukti eksistensi profesi guru yang terus berkembang dan profesional, yakni School Based Teacher Education (SBTE); Academic Based Teacher Education(ABTE); Collaborative Teacher Education (CTE); Performance Based Teacher Education (PBTE); dan Competency Based Teacher Education(CBTE). School Based Teacher Education (SBTE), adalah model penyelenggaraan pendidikan pendidikan guru yang memiliki ciri dua hal, yaitu: (1) penyelenggaraan pendidikan semata-mata diselenggarakan di sekolah; (2) permasalahan tentang pendidikan guru diserap dari lapangan. Dari dua ciri tersebut, maka kuirkulum yang dikembangkan terbatas kepada kepentingan peserta didik yang dirumuskan oleh sekolah. Model ini juga dapat berkembang menjadi Collaborative Teacher Education (CTE), artinya guru (pamong) di sekolah latihan dapat bekerjasama dengan dosen pembimbing dalam memecahkan persoalan kebutuhan praktikan (mahasiswa pendidikan guru).
           Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional nomor 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 5, menyebutkan bahwa tenaga kependidikan adalah “anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan”. Ayat 6 pasal yang sama disebutkan bahwa tenaga kependidikan adalah “mereka yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan”. Selanjutnya pasal 39 ayat 2 menyatakan bahwa “pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi. Undang-Undang tersebut secara tegas menjelaskan bahwa seorang guru atau pendidik harus memiliki kemampuan profesional dalam perencanaan, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil belajar, dan pemimbingan. 
Secara legalitas, kemampuan-kemampuan profesional yang dipersyaratkan dalam undang-undang tersebut harus dimilki oleh setiap guru sebagai kemampuan dasar atau “core skills of teaching profession”. Penguasaan satu dan atau dua kemampuan saja belum dikatakan bahwa guru tersebut professional. Guru yang tidak mampu merencanakan walau pun mampu mengembangkan proses pembelajaran secara legal dianggap tidak memiliki kemampuan profesional. Demikian pula mereka yang sanggup merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran tetapi tidak mampu melakukan penilaian hasil belajar adalah juga guru yang tidak memiliki kemampuan profesional yang dipersyaratkan. Guru yang tidak mampu melakukan bimbingan terhadap peserta didik yang mengalami kesulitan belajar adalah guru yang tidak tidak memiliki kemampuan profesional berdasarkan Undang undang tersebut.
Kemampuan profesional seorang guru harus didasarkan pada pengetahuan dan pemahaman terhadap peserta didik, pemahaman dan kemampuan menerapkan keterampilan dasar mengajar, pengetahuan dan kemampuan untuk memotivasi peserta didik, pengetahuan dan kemampuan untuk menerapkan teori belajar, pemahaman terhadap kurikulum dan kemampuan mengidentifikasi ide dasar kurikulum.
B.Guru PTK dalam menghadapi Teknologi Informasi
Berkenaan dengan kondisi Sumber Daya Manusia, guru menjadi tumpuan harapan dalam pengembangan dan peningkatan kualitas pendidikan. Guru sebagai sumber daya manusia yang berkualitas, selain beberapa kompetensi yang harus dimilki, dituntut pula melek angka (numerate), melek ilmu (science literacy), melek budaya (cultur literacy) serta memiliki kecerdasan spiritual (spiritual intelligence), kecerdasan emosi (emotional intelligence) dan kecerdasan intelektual (intellectual intelligence) yang baik. Semua ini bertemali dengan perkembangan kemajuan sain dan teknologi.
           Hasan (2004) menjelaskan bahwa beban pekerjaan guru masa mendatang akan semakin bertambah terutama karena perubahan cepat yang terjadi dalam masyarakat yang diakibatkan adanya perubahan nilai secara mendasar, perubahan sebagai konsekuensi dari pemanfaatan teknologi komunikasi yang semakin dahsyat, kehidupan politik yang menghendaki perilaku warganegara ke arah lebih positif dan konstruktif dalam membina kehidupan kebangsaan yang sehat dan produktif, dan kehidupan ekonomi yang menuntut adanya kemampuan dan sikap baru untuk menghadapi persaingan. 
Permasalahan budaya tidak pula dapat diabaikan karena kuatnya pengaruh negatif sebagai sisi buruk dan ekpose budaya luar melalui media massa. Sudah selayaknya, bahwa penggunaan teknologi informasi ini dikembangkan penerapannya di lembaga pendidikan. Oleh sebab itu, guru masa depan sangat dituntut mempunyai standar kompetensi selaras dengan kebutuhan pengembangan pendidikan. Guru masa depan harus mampu merencanakan dan mengelola perubahan baik yang bersifat kebijakan administratif maupun substansi pendidikan yang bersifat makro, messeo dan mikro (pembelajaran).
Proses interaksi intruksional sebagai wahana proses pembelajaran siswa dalam nuansa pendidikan diperankan oleh guru. Guru sebagai front terdepan pendidikan berhadapan langsung dengan peserta didik dalam upaya menumbuhkan dan menciptakan suasana proses pembelajaran. Dengan demikian penentu kualitas proses dan hasil pendidikan tertumpu pada guru. 
Guru yang mempunyai kompetensi dalam bidang kependidikan baik mulai dari penguasaan bahan, administrasi, strategi dan metode pengajaran, pengelolaan kelas, mengenal peserta didik, mengembangkan media pengajaran, mengevaluasi hasil belajar, melaksanakan bimbingan dan penyuluhan, dan melaksanakan penelitian, akan mempengaruhi hasil yang dicetaknya. Dalam prosesnya terjadi keterkaitan timbal balik antara perilaku mengajar, interaksi pengajaran, perilaku belajar, dan hasil belajar.
a. Profesi Guru Suatu Tinjauan Teoretik
Pengembangan sumber daya manusia yang sangat mendasar dalam tatanan pendidikan, tidak dapat terepas dari wacana persekolahan sebagai sistem. Komponen strategis dalam sistem persekolahan adalah tenaga kependidikan khususnya sosok guru. H.A.R.Tilaar (1999:281), memandang profesi guru pada abad ke 21 berhadapan dengan tiga karakteristik, yaitu; (1) masyarakat teknologi, (2) masyarakat terbuka, (3) masyarakat madani. Adapun proses pendidikan yang dihadapi di masa itu, merupakan suatu interaksi antara pendidik dan peserta didik. Interaksi yang terjadi di masa depan sesuai dengan teknologi yang ada, masyarakat yang terbuka dan demokrasi.
           Houle (1980) menjelaskan bahwa pekerjaan yang mengalami profesionalisasi menjadi pekerjaan yang “profesional” hendaknya memenuhi 12 karakteristik yaitu : Definisiton of occupation’s functions, Mastery of theoretical knowledge, Self-anhancement, Formal training,,Cretentialing, Creation of a sub culture, Legal reinforcement, Public acceptance, Ethical practice,, Penalties, Relations to other vocations, Relation to user of the service(Peter Jarvis,1983).
More (1970) menyebutkan ciri-ciri profesi sebagai berikut:
· Seorang profesional menggunakan waktu penuh untuk menjalankan pekerjaannya
· Ia terikat oleh suatu panggilan hidup, dan dalam hal ini ia memperlakukan pekerjaannya sebagai separangkat norma kepatuhan dan perilaku
· Ia aggota organisasi profesional yang formal
· Ia menguasai pengetahuan yang berguna dan keterampilan atas dasar latihan spesialisasi atau pendidikan yang sangat khusus
· Ia terikat oleh syarat-syarat kompetensi, kesadaran pendidikan yang khusus
· Ia memperoleh otonomi berdasarkan spesialisasi teknis yang tinggi sekali.
Lingkungan profesi, harus membentuk perilaku kooperatif dan saling mendukung dan menghindari kompetisi yang a-moral. Hubungan bersifat kolegial dan konsultaif. Kebudayaan profesi terdiri atas nilai-nilai, norma-norma, simbol-simbol dan konsep karier, nilai sosial dari sekelompok profesional adalah jasanya adalah kebajikan sosial atau kesejahateraan masyarakat (Engkoswara,1997). Bertolak dari konsep-konsep tersebut, dapat disimpulkan bahwa guru sebagai profesi, selanjutnya perlu adanya profesionalisasi agar menjadi profesional maka dalam prosesnya harus dilandasi oleh persyaratan profesi. Profesional guru dikembangkan dari kompetensi yang memiliki ciri-ciri :
· Memiliki kepribadian prima
· Memiliki kemampuan untuk memotivasi peserta didik
· Menguasai bahasa asing (minimal satu bahasa)
· Memiliki kemampuan manajemen yang berbasis kewirausahaan
· Memiliki kemampuan untuk mengekspresikan gagasan-gagasan
· Memiliki kemampuan menggunakan media informasi terkini
· Memiliki kemampuan merencanakan dan mengelola perubahan
           Ciri-ciri tersebut akan terpenuhi jika dalam proses pendidikan di LPTK memperhatikan Kecakapan emosional, Kecakapan moral, Kecakapan seni, Kecakapan fisik
b. Kompetensi untuk Profesionalisme
1) Kompetensi
Seseorang dinyatakan kompeten di bidang tertentu adalah seseorang yang menguasai kecakapan kerja, atau keahlian selaras dengan tuntutan bidang kerja yang bersangkutan. Oleh sebab itu ia mempunyai wewenang dalam pelayanan sosial di masyarakat. W.R. Houston (1974:7) mengungkapkan bahwa “kecakapan kerja diejawantahkan dalam perbuatan yang bermakna, bernilai sosial, dan ekonomi, serta memenuhi standar (kriteria) tertentu yang diakui dan disyahkan oleh kelompok profesinya atau oleh warga masyarakat”. 
Secara nyata orang kompeten mampu melakukan tugasnya di bidangnya secara efektif dan efisien. Kadar kompetensi tidak hanya menunjuk pada kuantitas tetapi sekaligus menunjuk pada kualitas kerja.
Nana Syaodih (1997) mengemukakan bahwa “kompetensi adalah performansi yang mengarah pada pencapaian tujuan secara tuntas menuju kondisi yang diinginkan”. Makna dari kondisi performansi mengandung perilaku yang bertujuan melebihi dari apa yang dapat diamati, mencakup proses berpikir, menilai dan mengambil keputusan. Selanjutnya dikatakan bahwa kompetensi dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kompetensi dasar; Untuk memilihara dan memenuhi kebutuhan hidup, Kompetensi umum; Untuk bisa hidup bersama di masyarakat, Kompetensi teknis/keterampilan; Untuk melakukan suatu pekerjaan atau kegiatan, Kompetensi professional; Penentuan keputusan, berisi rangkaian kegiatan analisis-sintesis, penggunaan pengetahuan dan pengalaman, pemikiran dan kreativitas.
Klasifikasi tersebut, menunjukkan gambaran dan konsekuensi dari pemaknaannya. Mengingat performansi tiap individu berbeda, demikian pula seseorang pada saat berbeda akan berbeda pula. Kompetensi teknis dan profesional adalah sama meliputi; (1) performansi; (2) pengetahuan; (3) keterampilan; (4) proses; (5) penyesuaian diri; dan (6) nilai, sikap, apresiasi. Komponen kompetensi tersebut dapat ditinjukkan pada gambar 1.
Gambar 1. Komponen Kompetensi Nana Syaodih (1997)
Gambar tersebut menunjukkan bahwa posisi (1) merupakan perilaku yang nampak, adapun esensi dari perilaku (2),(3), (4) dan (5) merupakan suatu kesatuan dalam diri seseorang yang dilandasi oleh sikap. Kompetensi bersifat unik untuk setiap orang, mengingat enabler atau isi komponen kompetensi teknis dan profesional berbeda, demikian pula spektrum setiap komponen potensi tiap individu berbeda.
2)Hakikat Pekerjaan Profesional
Karakteristik pekerjaan, dapat dipandang dari proses pekerjaan yang dihadapi oleh seseorang. Layanan pekerjaan secara terstruktur dapat dilihat dari tugas personal, tugas sosial dan tugas profesional.
Tugas Personal,Seorang profesional harus mampu berkaca pada dirinya sendiri, yang mencerminkan satu pribadi. Pribadi tersebut meliputi: Saya dengan konsep diri saya (self concept,Saya dengan ide diri saya (self idea),Saya dengan realita diri saya (selef reality).Tugas Sosial.Seorang profesioanal harus dilandasi nilai-nilai kemanusian, dan kesadaran akan dampak lingkungan hidup dari efek pekerjaannya, serta mempunyai nilai ekonomi bagi kemaslahatan masyarakat secara luas. Tugas Profesional
Seorang profesional mempunyai kebermaknaan ahli (expert),bertanggung jawab (responsibility) baik intelektual maupun sikap dan moral dan memiliki rasa kesejawatan seperti Ahli dengan pengetahuan yang dimilikinya, terampil dalam tindakkannya, mempunyai ciri tepat waktu, tepat aturan dan tepat takaran atau ukuran dalam melayani pekerjaannya dan ahli memiliki otonomi dan tanggung jawab serta sikap kemandirian, ciri-cirinya dapat mengawakan nilai hidup, dapat membuat pilihan nilai, dan menentukan serta mengambil keputusan sendiri dengan penuh tangung jawab atas keputusannya serta Memiliki rasa kesejawatan. kesejawatan sehingga ada rasa bangga dan aman melalui perlindungan atas pekerjaannya. Etika keguruan dikembangkan melalui suatu organisasi yang mapan.
Bertitik tolak dari hakikat tugas guru dalam jabatannya, selaras dengan tingkat dan kadar penghargaan dari lingkungannya, secara umum mempunyai implikasi pada pendidikan dan latihan yang akan dilaksanakan.
Dalam konteks profesional harus mempunyai kriteria minimum sebagai berikut:
Kompetensi konseptual,Seorang guru mempunyai dasar teori dari pekerjaan yang menjadi konsentrasi keahliannya
Kompetensi teknis,Seseorang guru mempunyai kemampuan keterampilan dasar yang dibutuhkan dari pekerjaan dan menjadi konsentrasi keahliannya
Kompetensi kontekstual, Seorang guru memahami landasan sosial, ekonomi, budaya profesi dan menjaga kelestarian lingkungan hidup yang dikerjakan sesuai konsentrasi keahliannya
Kompetensi adaptif,Seorang guru mempunyai kemampuan penyesuaian diri dengan kondisi yang berubah sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
Kompetensi interpersonal,Seorang guru mempunyai kemampuan mengkomunikasikan secara efektif gagasan dari orang ke orang lain melalui cara-cara simbolis (bahasa tertulis atau percakapan)
Seorang guru dapat menggambarkan tingkah laku sebagai berikut :
Identitas,Seorang guru mempunyai kemampuan menerima norma-norma profesi
Etika,Seorang guru mempunyai kemampuan penghayatan terhadap etika dan budaya kerja di lingkungannya
Carrer marketability,Seorang guru harus mampu memenuhi kebutuhan layanan pendidikan sesuai dengan konsentrasi keahliannya
Scholary concern for improverment,Seorang guru harus mampu memahami kebutuhan pasar kerja dan mengembangkan diri sesuai dengan perkembangan Iptek
Motivasi dan kreativitas,Seorang guru harus mempunyai motivasi dan kreativitas diri untuk belajar dan memperbaiki pengetahuan dan keterampilannya.
Secara sederhana penulis mencoba mengambarkan kompetensi guru sebagai berikut :



Gambar 2. Guru Profesional
Kompetensi Normatif :
¨ Pribadi
- mempunyai visi tugas sebagai guru mata pelajaran yang dibinanya
- mempunyai misi tugas sebagai guru mata pelajaran yang dibinanya
- mempunyai komitmen terhadap keahliannya
- mempunyai loyalitas pada layanan pekerjaan atau konsumen (peserta didik)
- mempunyai kesiapan diri mengembangkan kemampuan dasar, mengarah kepada tindakan keahlian lanjut
- mempunyai kesiapan menerima perbedaan pandangan secara rasional
- mempunyai itikad bersahabt secara demokratis
- mempunyai kepekaan terhadap dinamika lingkungan dan mampu mengelola perubahan dengan terencana
¨ Sosial
 - mempunyai rasa kemanusian yang tinggi, tangung jawab terhadap kelestarian lingkungan hidup
Kompetensi Profesional :
¨     Standarisasi
Mempunyai seperangkat kemampuan daya analisis yang dilandasi konsep terukur sesuai dengan kriteria pengetahuan dan keterampilan berpikir, menyangkut dasar keilmuan kependidikan dan mata pelajaran.
Mempunyai kemampuan menunjukkan performansi seorang profesional yang terukur sesuai dengan kriteria keterampilan, kecakapan, kecermatan, dan memenuhi indikator; tugas, jenis pekerjaan, waktu penyelesaian, pengambilan keputusan dan menilai hasil pekerjaan individu.
¨     Sertifikasi
Pembuktian keahlian harus dibuktikan dengan sertifikat legal, dan dapat diuji tingkat keahliannya oleh yang berwenang baik secara material maupun inmaterial dari keabsahannya.
Salah satu kewenangan guru adalah berhadapan dengan klien (siswa), yang harus memiliki kemampuan dan memiliki standar, dengan prinsif mandiri (otonom) atas keilmuannya.
Kompetensi guru tidak terlepas dari fenomena perkembangan pendidikan secara makro. Persoalan pokok yang dihadapi pada era globalisasi ini adalah masalah otonomi daerah yang berimbas pada masalah pendidikan. Banyak nuansa yang saling tarik menarik dalam mengimplementasikan kebijakan pemerintah pusat berkenaan otonomi daerah ini, yang secara langsung berdampak pada pola perubahan kehidupan masyarakat pada tataran kehidupan berpendidikan. Hamid Hasan (2004) mengemukakan pendapat Burke (1995) ; Loon (1998); Ferguson (2000); dan Cinterfor (2001) bahwa perkembangan dalam teori kependidikan mutakhir menuntut perbedaan kemampuan yang harus dikuasai guru dan apa yang dimiliki sebelumnya. Teori belajar yang dulu sepenuhnya didasarkan pada psikologi (psikologi perkembangan, psikologi anak, psikologi belajar) sudah tidak dapat dipertahankan. Pikiran-pikiran baru dalam dunia pendidikan berkenaan dengan posisi peserta didik, penerapan teknologi dalam proses belajar, dan evaluasi hasil belajar menuntut penguasaan kemampuan baru yang berbeda bagi calon guru di masa mendatang.
           Guru harus menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi tidak boleh setengah-setengah, karena jika tidak tuntas akan tertinggal dan tercecer tanpa arah dan tidak dapat mengikuti perkembangan yang terjadi. Selain itu guru harus memiliki kepribadian yang kokoh sebagaimana sebutan guru sebagai tauladan bagi siswanya (digugu dan ditiru), memiliki kamauan dan kemampuan dalam mengembangkan minat peserta didik, memilki kemampuan untuk dapat membelajarkan peserta didik sehingga mampu belajar mandiri. Pendekatan Kurikulum berbasis kompetensi (Competency Based Curriculum) danCompetency Based Training (CBT) yang merupakan proses pengembangan kurikulum yang didasarkan kepada kemampuan-kemampuan atau kompetensi yang harus dimiliki oleh peserta didik (siswa) setelah mereka tamat untuk melaksanakana tugas-tugas dalam bidang kejuruan tertentu. Pendekatan ini menuntut adanya kemandirian belajar siswa secara tuntas, karena dengan CBT siswa dituntut secara individual menguasai kompetensi-kompetensi yang harus dimiliki.
Selain kompetensi guru yang umum bersifat generik dalam “instructional teaching” beberapa kompetensi tambahan perlu dimiliki oleh guru teknologi dan Kejuruan berkenaan dengan kebijakan Pemerintah tentang otonomi daerah dan upaya mengantisipasi pengaruh global di masa yang akan datang, sebagaimana diungkapan oleh Gottfried Leibbrandt (1999), yakni ada beberapa kompetensi yang harus dimiliki seorang guru di era millenium ketiga, yakni :
a. Menguasai sedikitnya satu bahasa asing, yang dalam hal ini bahasa Inggris. Penguasaan bahasa Inggris dalam meningkatkan profesionalisme mengajar bagi seorang guru dalam era global sekarang ini mempunyai arti sangat penting, karena dengan bahasa Inggris ini menjadi salah satu bahasa pengantar di antara pergaulan dan tukar informasi masyarakat dunia.
b. Memiliki kemampuan menajemen berdasar enterpreuneurship (wirausaha). Era perdagangan bebas 2003 berdampak terhadap pendidikan, karena dalam kondisi tersebut terjadi sublimasi dari penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mewujudkan budaya wirausaha yang dapat mendorong tumbuh dan berkembangnya pembangunan perekonomian negara. Siswa SMK harus mampu menciptakan lapangan kerja sendiri secara profesional sebagai wujud dari hasil proses belajar di sekolah. Peran guru adalah harus memiliki kemampuan manajerial dan jiwa enterpreuneurship, sehingga mendorong peserta didik untuk dapat berwirausaha.
c. Memiliki kemampuan untuk mengekspresikan ide-ide secara jelas dan ringkas, baik dalam bentuk lisan maupun tulisan. Kemampuan guru dapat merupakan inovasi teknologi yang harus terinformasikan secara luas kepada semua fihak khususnya peserta didik. Ini memerlukan adanya kemampuan tersendiri dalam mengekspresikan ide/pemikian/gagasan/rancangan, proses dan hasil secara sistematik dan mudah difahami.
d. Memilki kemampuan dalam menggunakan atau mengakses “Information Technology System”. Teknologi informasi melalui jaringan internet selain sebagai media informasi dan komunikasi yang sangat spektakuler, juga sebagai sumber belajar yang sarat akan informasi ilmu pengetahuan dan teknologi mutakhir.
3. Implikasi terhadap LPTK
Sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknolgi yang dibarengi dengan kebijakan pemerintah dalam otonomi daerah dalam upaya menuju desentralisasi pengelolaan pendidikan, maka peran LPTK menjadi sangat penting dalam posisinya sebagai lembaga pendidikan penghasil tenaga kependidikan. Sofian Effendi (1991 : 6) mengemukakan bahwa : “… tidak diragukan lagi pendidikan tinggi memainkan peranan penting dalam pengembangan teknologi. Meskipun beberapa tenologi dapat diimpor, akan tetapi rendahnya kapisitas negara-negara berkembang telah menjadi kendali utama dalam pengembangan teknologi industri dan socio-economy mereka”. Pendapat tersebut merupakan ungkapan dalam pengkajian peran negara-negara berkembang dalam upaya meningkatkan kemampuan IPTEK melalui pendidikan tingggi. LPTK dalam mengantisipasi kondisi yang ada harus lebih mantap dan terarah dalam melaksanakan programnya sesuai visi dan misi yang telah dirumuskan. Sebagai pencetak atau penghasil tenaga kependidikan, maka lulusannya harus mampu memasuki pasar kerja dengan landasan perilaku (pengetahuan, keterampilan, dan sikap) untuk berkarya sebagai profesi guru. Sebagai penggodok kawah candradimuka para pesertanya, untuk selalu siap menghadapi segala tantangan, hambatan, dan ancaman yang akan selalu menimpanya.
Bekal ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi fundamen dalam kerangka intelektualitas didukung dengan keimanan dan ketaqwaan yang kokoh. Untuk itu segala kondisi yang ada dalam sebuah LPTK harus siap dengan segala fasilitas dan sumber daya manusianya yang handal dengan persyaratan minimal, yakni memiliki keimanan dan ketaqwaan, penguasaan bahasa Inggris, berpola pikir ilmiah, kemampuan menggunakan dan mengakses sistem teknologi informasi, kemampuan manajerial dan berjiwa wiraswasta, mempunyai rasa ingin mengembangkan minat peserta didik, dan memiliki kemampuan dalam metodik serta didaktik dengan kompetensi generiknya. Jika semua semua aspek tersebut dapat terpenuhi, maka visi LPTK dalam kerangka pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi paripurna, yaitu menghasilkan sarjana pendidikan yang berkemampuan IPTEK, memiliki semangat dan watak mendidik, serta menjunjung etika kependidikan secara demokratis dalam pembangunan nasional.
4. Profesionalisme guru Indonesia dalam menghadapi MEA
Pada tahun 2015 kesepakatan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) aatau Pasar Ekonomi ASEAN mulai berlaku. Kesepakatan ini tidak hanya berdampak pada sektor ekonomi, tetapi juga sektor-sektor lainnya tak terkecuali sektor pendidikan sebagai modal membangun sumber daya manusia yang kompetitif. Pendidikan yang maju tidak dapat di pungkiri lagi bahwa pelaku utama agen pembangunan dan perubahan yang tak lain tak bukan adalah seorang guru. Dalam kaitan dengan MEA guru dituntut untuk lebih profesional serta mampu menggali kemampuan/kompetensi nya dan mengaplikasikannya kepada para peserta didik yang kedepannya harus mamapu menjawab tantangan dan persaingan yang sangat kompetitif.
            Mengacu pada faktor penentu kemajuan suatu Negara, yaitu; penguasaan inovasi (45%0, penguasaan jaringan /networking (25%), penguasaan teknologi (20%) dan kekayaan sumber daya alam hanya (10%), maka peningkatan profesionalisme guru harus lebih ditingkatkan di setiap sekolah yang membina siswa dengan benar-benar mampu membekali siswa untuk berinovasi dan membangun jaringan/networking. Kompetensi berinovasi dapat dilakukan dengan peningkatan berbagai keterampilan serta diupayakan sesegera mungkin karena siswa akan akan diajarkan bagaimana cara bekerja yang kreatif dan inovatif.
      Peran pemerintah dalam hal menyelesaikan masalah peningkatan mutu guru/ profesionalisme guru dengan segala aspek – aspek pendidikan lainnya terutama tantangan menghadapi MEA kedepannya, salah satunya dengan mengalokasikan anggaran pendidikan yang memadai disertai dengan pengawasan pelaksanaan anggaran agar dimanfaatkan untuk meningkatkan profesionalisme guru dan pendidikan di Indonesia serta diharapkan juga akan mampu membawa Indonesia ke gerbang kesuksesan menuju Masyarakat Ekonomi Asean (MEA).
D. Penutup
Semua paparan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa guru masa depan adalah kemampuan merencanakan dan mengelola perubahan baik yang bersifat kebijakan administratif maupun substansi pendidikan yang bersifat makro, messeo dan mikro (pembelajaran). Perubahan merupakan bagian dari kehidupan yang tidak dapat dielakkan, teristimewa berkaitan dengan pelayanan pendidikan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat masa depan. Oleh sebab itu seorang guru dituntut mampu : menerima perubahan sebagai suatu ciri kehidupan, memahami berbagai akibatnya bagi organisasi pendidikan, mengidentifikasi perlunya perubahan, dan merencanakan, melaksanakan, serta mengevaluasi perubahan.
Guru yang sesuai dengan kondisi globalisasi adalah guru yang mampu menguasai dan mengendalikan perubahan-perubahan yang berwawasan IPTEK.Ciri seorang guru yaitu mempunyai kemampuan dalam mengantisipasi, mengakomodasi, dan mereorientasi terhadap perkembangan yang ada. Mengantisipasi perkembangan IPTEK mencakup kemampuan intelektual dan sikap yang dilandasi keimanan dan ketaqwaan, yang pada gilirannya mengantarkan peserta didik kepada tingkat penguasaan dan pengendalian terhadap situasi yang selalu berubah.Mengakomodasi pelbagai perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk dijadikan bahan pemikiran bagi peserta didik dalam rangka pendidikan dan pelatihan dengan menggunalkan jalur logika beripkir ilmiah yang benar. Realita tersebut dicari saling keterhubungannya, sebab akibatnya dan cara pemecahannya. Mereorientasi perubahan yang ada dengan cara merefleksi dan mengevaluasi untuk memperoleh hal-hal baru serta mengembangkan kemampuan yang telah dimiliki.
Suatu organisasi termasuk lembaga pendidikan sebagai sistem yang terbuka selalu berinteraksi dengan lingkungan. Konsekuensinya bagi organisasi pendidikan adalah menjaga keseimbangan antara kemampuan antisipasi dengan kompleksitas yang terjadi pada masyarakat, disamping itu perkembangan informasi internasional semakin memperpendek jaringan interaksi sosial, ekonomi, teknologi dan bahkan politik. Oleh sebab itu, untuk mempertahankan kelangsungan hidup atau melakukan pengembangan, perlu adanya perubahan.
Profesionalisme seorang guru memiliki peran penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) yang kompetitif dan unggul, menghadapi MEA peran pendidikan sangat membantu kemajuan perkembangan sumber daya manusia (SDM) di Indonesia, untuk mencapai kesuksesan diera pasar bebas ASEAN. Oleh karena itu, untuk meningkatkan profesionalisme guru dan memajukan pendidikan di Indonesia tidak hanya dengan merubah kurikulum dan melengkapi sarana dan prasarana saja, melainkan juga mmeperhatikan pembangunan SDM agar dapat bersaing secara kompetitif di era teknologi informasi dan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)
Daftar Pustaka
Arya Baskoro (Associate Researcher). 2015. Peluang, Tantangan dan Resiko Bagi Indonesia Dengan Adanya Masyarakat Ekonomi ASEAN
Hamid, Hasan. (2004). Profesionalisme Guru dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Makalah Jurnal Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN). Bandung: HIPKIN.
Kablitbang Deperindag. (1998). Mengembangkan saling keterkaitan yang dinamis antara duniausaha/industri dan dunia pendidikan tinggi.Makalah yang disampaikan pada seminar nasional relevansi pendidikan dalam pemberdayaan bangsa di tengah komunitas global.
Moh. Fakry Gaffar. (2002). Evaluasi pendidikan tahun 2001. Harian Umum Pikiran Rakyat. Bandung.
Nana Syaodih S. (2003). Kurikulum Berbasis Kompetensi di Perguruan Tinggi. Bahan cermah dalam Lokakarya Penyusunan Kurikulum Berbasis Kompetensi Kantor KOPERTIS Wilayah IV Depdiknas.
Oemar Hamalik. (1995). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : Bumi Akasara.
Slamet Tachyar. (2000). Teknologi Informasi Memperkuat Kompetensi Guru Teknologi dan Kejuruan. Forum Komunikasi FPTK/JPTK Uninersitas se-Indonesia. Bandung: Universitas Pendidikan Indoensia.
Supari Muslim. (2000). Strategi pengembangan pendidikan guru teknologi dan kejuruan pasca konversi IKIP menjadi Univetrsitas.Forum Komunikasi FPTK/JPTK Uninersitas se-Indonesia. Bandung: Universitas Pendidikan Indoensia.
Rochman Natawidjaya,.(2002). Standar Profesi dan Kompetensi Guru. Bandung: PPS UPI.
Tilaar.(1999). Manajemen Pendidikan Nasional.Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
UNESCO. (1997). Training of Teacher / Trainers in Technical and Vocational Education Section for Technical and Vocational Education.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar